Minggu, 30 Desember 2012

Mengunjungi PASTY

pintu gerbang PASTHY
PASTY atau Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta dulunya adalah pasar burung Ngasem. Lokasinya berada di jalan Bantul km 1 no. 141 Dongkelan, Mantrijeron, Yogyakarta. Pasar ini dibagi menjadi dua bagian yang dipisahkan jalan Bantul, sisi timur jalan merupakan komplek pedagang burung dan hewan peliharaan sedangkan di sisi barat merupakan komplek pedagang tanaman hias dan ikan.
diresmikan oleh walikota Yogyakarta Herry Zudianto
Kalau dulu pada saat masih di Pasar Ngasem suasananya semrawut, kotor dan kadang becek sekarang di PASTY suasananya jauh berbeda. Pasar terlihat bersih, nyaman dan kita bisa menikmati suasana didalamnya. Suara kicauan burung serta binatang-binatang yang ada membuat kita membayangkan serasa di hutan alam.
kios-kios yang tertata rapi
Kios-kios pedagang tertata dengan rapi dan terbagi menjadi beberapa komplek sesuai dagangannya. Jalan pemisah antar komplek kios cukup lebar sehingga pengunjung tidak perlu berdesak-desakan. Berkunjung ke PASTY sama saja anda berkunjung ke kebun binatang mini karena berbagai binatang di sini ada. Bahkan bagi anda yang suka fotografi dapat menyalurkan kemampuan memotretnya, banyak sekali obyek yang bisa anda pilih.
turis pun juga berkunjung

Klenteng HOK AN KIONG, Klenteng Tertua di Muntilan

papan penanda
Pada saat melintasi daerah Muntilan sebelum pasar Muntilan saya melihat Klenteng di kanan jalan, kalau kita dari arah Yogyakarta. Dengan tidak berpikir panjang laju motor saya kurangi dan langsung motor saya arahkan masuk ke kawasan Klenteng.
Klenteng Hok An Kiong terletak di Jl. Pemuda No.100 Muntilan, Kab. Magelang. Klenteng Hok An Kiong sering juga disebut dengan Klenteng Muntilan karena letaknya di Pecinan yang merupakan pusat perdagangan kota Muntilan. Nama Hok An Kiong merupakan gabungan dari kata Hok, An, dan Kiong, yang mempunyai arti Hok : Rejeki, An : Selamat, Kiong : Istana.
klenteng tampak depan
Menurut info yang saya peroleh dari purbakalajawatengah.org Klenteng Hok An Kiong pertama kali didirikan pada tahun 1878 dengan lokasi di sisi selatan Jalan Pemuda / bersebelahan dengan Pasar Muntilan yang ada sekarang ini. Pada tahun 1906 bangunan klenteng dipindahkan ke sisi utara Jalan Pemuda atau di lokasi sekarang ini. Pada tahun 1929 bentuk bangunannya disempurnakan, ditandai dengan prasasti di tiang pintu pagar bertuliskan ANNO 11–5–1929. Berdasarkan keterangan dari pengurus harian klenteng Hok An Kiong penyempurnaan ini terutama pada tembok bangunan utama dan pembuatan pagar klenteng.
salah satu sudut
Klenteng yang terletak di Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini memiliki koleksi hiolo terbesar se-Asia Tenggara, dan terbesar nomor dua di dunia. Hiolo ini menjadi salah satu peralatan sembahyang yang memiliki panjang 158 cm, dan diameter 188 cm. Di atas hiolo ini, biasanya umat menancapkan dupa dan bersembahyang kepada para dewa.

Tugu Adipura di Kabupaten Pemalang

Adipura adalah sebuah penghargaan bagi kota di Indonesia yang berhasil dalam kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan. Adipura diselenggarakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Ternyata Kabupaten Pemalang pernah mendapatkan penghargaan Adipura, dan untuk penanda dibangunlah Tugu Adipura yang terletak di halaman Gedung Serbaguna Kabupaten Pemalang, Jalan Jenderal Sudirman Timur No. 65 Pemalang. Letaknya di bagian dalam kawasan gedung sebelah barat, kalau dilihat dari kejauhan tugu ini tidak terlihat karena pohon-pohon di sekitar tingginya hampir sama dengan tinggi tugu. Itulah salah satu tugu yang pernah saya abadikan.

Sabtu, 29 Desember 2012

Monumen Pangeran Diponegoro

Kalau anda berkunjung ke alun-alun Kota Magelang anda akan melihat Patung Pangeran Diponegoro yang sedang naik kuda dengan gagahnya. Letaknya di sisi timur alun-alun kota Magelang, tepatnya jalan Ahmad Yani.
BANGSA YANG BESAR ADALAH BANGSA YANG TAHU MENGHARGAI JASA JASA PARA PAHLAWANNYA
Itulah tulisan yang terpahat di bagian bawah patung Pangeran Diponegoro, pembangunan
Monumen ini diprakarsai oleh Dr. Moch Soebroto dan dirancang oleh Soejadmoko dan Hartono yang diresmikan pada tanggal 11 Agustus 1977. Monumen ini di bangun mulai tanggal 1 April 1977 dan selesai pada 31 Juli 1977, dibangun guna menghargai perjuangan Pangeran Diponegoro di Magelang.
relief sisi timur
relief sisi barat
Penampilan Patung Pangeran Diponegoro tampak putih cerah, mungkin karena habis diperbaharui catnya. Banyak muda mudi yang berfoto dengan latar belakang patung tersebut, mungkin untuk kenang-kenangan bahwa mereka pernah ke Magelang.

JEMBATAN GANTUNG DUWET, Jembatan Bersejarah


Keberadaan jembatan gantung ini saya ketahui pada saat gunung Merapi meletus tahun 2010 lalu, karena pada saat itu daerah Muntilan banyak jalan yang tidak bisa dilewati maka saya mengambil jalur melewati Kulon Progo. Pada saat melewati jalur itu ketemulah jembatan gantung bersejarah ini.Dan yang ke dua kalinya pada saat perjalanan menuju Gua Maria Sendang Sono.
pengendara motor melintasi jembatan
Jembatan gantung ini bernama Jembatan Duwet atau masyarakat sekitar menyebutnya kretek gantung, berada di atas sungai Progo. Dinamakan Duwet karena berada di Dusun Duwet, Desa Banjarhajo Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kenapa jembatan gantung ini bersejarah?
sisi selatan
sisi utara
Jembatan gantung Duwet dibangun pada masa  penjajahan Belanda yang berfungsi untuk mempermudah transportasi ke dua daerah yaitu Dusun Duwet dan Dusun Gutekan, Dusun Gutekan berada di Des Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Jembatan gantung Duwet hanya dikhususkan bagi pejalan kaki, sepeda dan sepeda motor.
khusus untuk sepeda
di bagian bawah ada curug kecil
Pada saat saya berjalan ke tengah jembatan karena mau mengambil view bagian bawah jembatan, kebetulan ada sepeda motor yang lewat goyangannya lumayan bikin adrenalin naik karena jarak antara sungai ke jembatan lumayan tinggi. Ngeri juga kalau jatuh....
Jadi bagi yang mau merasakan sensasi goyangannya silahkan mencoba melewati jembatan gantung Duwet
di ambil dari rerimbunan sisi utara

Jumat, 16 November 2012

Sedekah Laut di Asemdoyong, Pemalang

Lama tidak pergi hunting akhirnya bisa juga jalan-jalan santai, kebetulan hari Kamis (15/11/12) adalah tanggal merah yang merupakan tahun baru Hijriyah. Pada tanggal itu di setiap tempat pasti mempunyai tradisi-tradisi yang tiap tahunnya selalu diadakan, tidak terkecuali di daerah Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang. Tiap tahunnya di desa ini diadakan upacara sedekah laut atau warga sekitar pesisir menyebutnya dengan baritan.
prosesi persiapan melarung
Sedekah laut sudah berlangsung turun temurun dilakukan warga yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Biasanya dilakukan saat awal bulan Sura dalam penanggalan Jawa ataupun bulan Muharam dalam penanggalan hijriyah. Rangkaian prosesi sedekah laut antara lain melarung 3 kapal kecil yang berisi kepala kerbau serta jajanan lokal ke tengah
salah satu isi kapal kecil
laut, sebelum dilarung 3 kapal kecil tadi di doakan dulu oleh sesepuh desa, kemudian kapal kecil dibawa ke tepi laut untuk di naikkan ke kapal yang lebih besar. Pada saat kapal kecil akan dinaikkan ke kapal besar antusias warga sangat tinggi, mereka berusaha ikut naik
membawa kapal kecil ke tepi laut
karena mereka juga akan ikut memperebutkan isi kapal kecil yang akan dilarung. Acara sedekah laut ini baru pertama kali saya ikuti, karena tidak ada persiapan tidak banyak gambar yang saya peroleh. Teman-teman yang ikut hunting bareng saya pun ternyata juga tidak banyak mendapat gambar, padahal mereka asli warga Pemalang. Pada saat janjian
antusias warga
dengan teman pinginnya datang awal sekalian motret persiapan. Tapi namanya juga janjian dengan orang banyak, gak ada yang bisa tepat semua. Akhirnya sampai di lokasi sudah
salah satu kapal yang ikut meramaikan acara
berjubel di pinggir laut
banyak warga yang datang. Selain acara sedekah laut, digelar pula upacara ruwat bumi dengan mengadakan acara wayangan. Suasana bertambah ramai karena ada banyak stan pedagang, ya...semacam pasar malam. Semoga tahun depan bisa lebih persiapan.

Jumat, 26 Oktober 2012

Jembatan Tua Sumber Kulon Berbah

Setelah lama sekali gak posting di blog, akhirnya bisa bikin postingan juga. Postingan kali ini tentang perburuan jembatan yang ada di Jogjakarta, baik jembatan gantung maupun jembatan tua.
Sebenarnya tidak ada yang spesial dengan jembatan ini, hanya besi tua tetapi masih kokoh berdiri. Entah kenapa saya jadi tertarik untuk mengexplor jembatan ini. Jembatan ini berada di atas sungai Nggrembyangan yang berada di wilayah Sumber Kidul, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman.
Tidak sulit untuk menemukan jembatan ini, dari Blok O ke arah timur, ikuti jalan tersebut sampai menemukan pertigaan, kemudian ambil kiri di tandai gapura yang bertuliskan Sumber Kulon. Ikuti jalan tersebut sampai jalan menurun, kemudian anda akan menemui sebuah jembatan, jembatan tua berada di sebelah kanan jembatan baru tersebut.
Beberapa kali saya melewati jembatan tua ini banyak kegiatan yang ada di bawah jembatan, yang pernah saya lihat antara lain kegiatan para resimen mahasiswa yang sedang melakukan kegiatan turun ke bawah dengan menggunakan tali, ada juga anak-anak sma yang sedang kumpul-kumpul entah kelompok belajar atau sekedar ngobrol yang tidak kalah menarik ternyata jembatan ini juga sering di pakai untuk sesi pemotretan. Banyaknya pepohonan di sekitar sungai membuat hawa di sekitar menjadi segar, membuat orang-orang yang datang betah berlama-lama berada di bawah jembatan. Sempat juga saya pergoki sepasang muda mudi yang sedang memadu kasih.
Yang menarik, tekstur batu-batu yang ada di sungai ini berbeda dengan sungai kebanyakan yang di kiri kanan sungai biasanya berupa tanah, tidak banyak info yang bisa didapat dari uniknya teksture batuan di sungai ini.

Untuk turun ke bawah anda bisa melewati samping jembatan baru, bisa dari sebelah barat atau timur. Kalau dari sebelah timur, anda bisa sekalian memarkir kendaraan karena kalau anda memarkir kendaraan di atas jembatan akan rawan dari tindak kriminal dan tentu saja jauh dari pengawasan anda.
Pada saat saya datang ke sini kebetulan sedang musim kemarau sehingga tekstur batu-batu masih dapat dinikmati, karena kalau musim penghujan aliran air cukup deras. Dari bawah jembatan saya coba menyusuri sungai melewati batu-batu yang ada di pinggir sungai.
 Semakin ke selatan debit air mulai banyak dan membentuk seperti telaga kecil, kebetulan ada anak-anak sekitar yang sedang bermain air dari ekspresi wajah bocah-bocah tersebut, mereka tampak senang dengan permainan yang mereka lakukan di air.
Dari telaga kecil sebenarnya saya masih penasaran pingin menyusuri aliran sungai tersebut, tetapi dengan pertimbangan jauh dari lokasi parkir karena mengkhawatirkan kendaraan akhirnya rencana menyusuri sungai saya akhiri. Tips bagi anda yang pingin menyusur sungai, lebih baik sobat menitipkan kendaraan di rumah penduduk sekitar.
 

Sabtu, 28 April 2012

Panas-Panas Mampir ke Situs Gua Siluman

papan penanda situs
Satu lagi tempat pesanggrahan yang telah saya kunjungi, yang pertama di  Situs Pesanggrahan Warung Boto dan yang ke dua Situs Pesanggrahan Gua Siluman. Gua di sini jangan anda bayangkan seperti gua alami yang di kelilingi pepohonan rimbun, tetapi gua di sini merupakan bangunan peninggalan kerajaan Mataram.
petirtaan Gua Siluman
Tidak banyak orang yang mengenal atau mengetahui Situs Pesanggrahan Gua Siluman. Orang lebih mengenal Istana Air Taman Sari dari pada Situs Pesanggrahan Gua Siluman. Tapi, di balik ketidakpopulerannya, pesanggrahan ini sebenarnya pernah berfungsi penting bagi kalangan Kraton Yogyakarta, sebagai tempat bertapa.
lorong utama
Letak Situs Pesanggrahan Gua Siluman berada di Dusun Wonocatur, Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di jalan yang menghubungkan Ring Road Timur Yogyakarta dengan wilayah Berbah, Sleman. Ditandai adanya tembok tinggi setebal 75 cm di sisi selatan yang warnanya sudah mulai menghitam dan papan penanda yang tak kalah usang, bahkan tulisan yang tertera nyaris tidak terlihat jika dibaca sepintas.
lorong yng tembus di sisi kiri jalan
Situs Pesanggrahan Gua Siluman hampir sama dengan Situs Pesanggrahan Warung Boto yang membedakan tempat ini mempunyai banyak lorong yang terhubung satu dengan yang lainnya, mungkin ini yang disebut dengan gua. Saya menghitung ada 4 lorong, lorong yang berada di sisi kiri jalan merupakan gerbang utama dari situs ini. Lorong utama berada tepat di bawah jalan raya menuju Berbah. Kondisi dasar lorong tergenang air yang membuat saya mengurungkan niat untuk memasuki lorong. Pada lorong di sisi timur terdapat kolam persegi empat yang masih terisi air.
lorong berisi kolam
Pada bagian depan lorong utama atau sisi selatan terdapat dua kolam yang cukup besar, tetapi sekarang sudah beralih fungsi menjadi kolam ikan. Kata penjaga situs, kolam itu miliknya. Karena sudah ada penjaga, kondisi situs sudah terlihat bersih. Dari beberapa foto yang saya cari di internet dahulu keadannya memprihatinkan, di sekitar lorong masih banyak sampah padahal di depan sudah terpasang tulisan benda cagar budaya dan perlindungan undang-undang. Penjaga bilang kalau setiap malam Selasa atau Jumat Kliwon tempat ini ramai para peziarah yang mau ngalap berkah.
burung Beri Lanang (jantan)            burung Beri Wadon (betina)
Berkeliling ke sisi barat daya, terdapat satu buah kolam air lagi yang berbentuk lingkaran. Kolam itu dihiasi dengan arca burung Beri dengan paruhnya yang menonjol. Bentuknya sangat unik, terutama karena paruhnya sekaligus berfungsi sebagai pancuran air tetapi sekarang pancurannya sudah tidak ada. Kolam serupa juga terdapat di sebelah tenggara, namun arcanya sudah mengalami kerusakan dan air kolamnya sudah tidak bersih lagi cenderung hijau bercampur tanaman air.
Situs Gua Siluman tampak dari atas

dua kolam yang beralih fungsi
Untuk menuju lokasi situs dapat dicapai melalui jalan raya dari pertigaan Janti, Yogyakarta menuju ke arah selatan (mengikuti jalan arteri /ring road selatan) sampai di Dusa Wanacatur. Pada perempatan Jalan Gedong Kuning-Ring Road Selatan pengunjung membelok ke arah timur (jalan yang menghubungkan Kalurahan Gedong Kuning dengan Kalurahan Berbah) kurang lebih 300 meter, maka sampailah di lokasi situs Gua Siluman.

Pangkas Rambut Pinggiran

Namanya Pak Rustam tapi biasa di panggil  Pak Atam.
saatnya bekerja
Beliau berprofesi sebagai tukang pangkas rambut pinggiran atau tukang cukur bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah. Beliau biasa menempati di jalan RE. Martadinata Pemalang, Jawa Tengah. Memulai usaha jasa potong rambut dari tahun 1968.
dari balik kaca
Kalau pagi hari menempati trotoar di sisi timur jalan, jam kerjanya dari pukul 8 pagi sampai pukul12 siang. Akan dilanjutkan lagi pukul 1 siang, tetapi posisinya berada di sisi barat jalan. Mengapa berpindah?
Karena di tempat bekerja beliau tidak ada penutupnya, mending kalau di bawah pohon besar bisa teduh maka mau tidak mau beliaau harus berpindah di sisi barat  jalan yang ada tembok tinggi agar tidak terkena teriknya sinar matahari.
peralatan pangkas rambut
Karena penasaran saya pun mencoba untuk merasakan dipotong rambut oleh pak Atam. Setelah menunggu satu orang yang dipotong akhirnya gilirang saya. Sambil memotong rambut saya dari pada diem saja saya mencoba akrab hehehehe....saya tanya pengalaman beliau. Kemudian beliau bercerita, menjalani profesi sebagai tukang pangkas rambut sudah sejak remaja, dulu tempat beliau bekerja sebelum di jalan RE. Martadinta berada di dekat alun-alun Pemalang.
memulai jasa sejak 1968
Banyak kisah yang beliau ceritakan mulai dari jaman pemberontakan PKI sampai pemilihan Bupati Pemalang dari periode dahulu sampai sekarang beliau masih ingat. Dari pemerintahan Presiden Soeharto sampai pemerinthan Presiden SBY beliau juga bisa menceritakannya.
gunting cukur
Jangan anggap remeh rakyat kecil, meskipun beliau dari kalangan bawah tapi pengetahuan beliau cukup luas karena beliau biasa baca koran setiap hari. Akhirnya rambut saya pun selesai dipotong, ongkosnya Rp 6000 rupiah, meskipun hasilnya tidak sesuai harapan tetapi tidak apalah mungkin karena asyik ngobrolnya jadi gak konsen motongnya.
mencukur langganan
Sebenarnya banyak sekali tukang cukur seperti Pak Atam di daerah Pemalang, seperti di daerah Pasar Pagi tidak cuma satu tetapi ada beberapa tukang cukur yang berderet memanjang ke samping tetapi usia mereka rata-rata masih muda. Tetapi entah mengapa saya tertarik aja dengan sosok beliau yang tua dengan peralatan yang tak kalah tua juga. Itulah sedikit cerita dari sesama masyarakat dari lapisan bawah, banyak sekali pesan moral yang saya dapt dari beliau. 

Jumat, 20 April 2012

Suatu Pagi di Kali Putih

Hari minggu di awal bulan April 2012 langit di atas kali Putih Muntilan begitu cerah, saya bersama istri akhirnya memutuskan untuk jalan-jalan pagi di sekitar kali putih. Kali Putih berada di Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. 
aktivitas penambangan pasir
Gunung Sumbing tampak dari jauh
Tahun 2010 Kali Putih sempat diterjang lahar dingin dari Gunung Merapi yang mengakibatkan pemukiman di daerah Jumojo habis diterjang material gunung berupa batu besar dan pasir.
puing rumah yang diterjang lahar dingin
jalan masuk Desa Jumoyo
Sekarang tempat ini juga bisa dijadikan wisata alternatif, karena letaknya yang berada di jalur Yogyakarta-Magelang memudahkan para pengendara yang melintas untuk mampir. Bermacam alasan para pengunjung yang datang ke Kali Putih antara lain penasaran ingin melihat secara langsung kondisi daerah yang porak poranda, akibat diterjang banjir bandang dari perut Merapi.
jembatan Kali Putih
Ramainya warga yang mengunjungi Kali Putih dimanfaatkan oleh para pedagang minuman, gantungan kunci dan VCD dadakan untuk membantu ekonomi keluarga. Pendapatan para pedagang lumayan banyak jika sedang hari libur, karena banyak yang datang baik dari kota Magelang maupun dari luar kota.
turis pun juga datang
Matahari pun sudah beranjak naik, panas pun sudah terasa di kulit akhirnya jalan-jalan pagi saya akhiri. Bagi sobat rumputilalang yang tertarik datang, silahkan berkunjung ke Kali Putih dijamin gratis.