Sabtu, 23 Maret 2013

Pesona Alam Desa Gombong Belik, Pemalang

Setelah puas dengan menikmati sunrise di Desa Gombong Belik, Pemalang saya masih penasaran dengan alam di desa ini. Akhirnya dari pada penasaran saya kemudian mengajak teman saya untuk mengantar saya ke tempat-tempat yang indah yang bisa membuat mata menjadi fresh dan tentunya udara yang segar.
Desa Gombong sendiri berada berada di daerah perbukitan, di bawah lereng Gunung Slamet. Hawanya sejuk dengan panorama alam yang indah. Dengan tipografi alam seperti itu Desa Gombong memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan desa lainnya. Salah satu tempat yang bisa dijadikan tempat wisata adalah perkebunan teh.
Dari perkebunan teh kita dapat memandang luas Desa Gombong dan sekitarnya, Gunung Slamet pun juga dapat kita lihat karena alam sedang bermurah hati.
Masyarakat di Desa Gombong kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani sayuran, banyak sayur mayur yang bisa ditanam di daerah ini antara lain kubis, cesim, lombok, cabe rawit, kentang, tomat, bawang bombay, seledri, buncis dan wortel. Dan yang sedang populer di daerah ini adalah kebun strowbery.
Meskipun sayuran-sayuran dan tanaman dapat tumbuh subur tetapi masyarakat masih kesulitan mendapatkan air apalagi di musim kemarau, untuk mengatasinya masyarakat mengandalkan air tadah hujan dengan membuat penampungan air. Sejauh ini, Desa Gombong diproyeksikan oleh Pemerintah Kabupaten sebagai sentra kegiatan agrobisnis berpola modern atau lebih dikenal dengan program agropolitan. Jadi bagi yang belum berkunjung silahkan mampir sambil menikmati hawa segar pegunungan.

Selasa, 19 Maret 2013

Menyambut Pagi di Desa Gombong Belik

Hari sabtu (16/03/13) saya di ajak main ke rumah teman sekantor, dia bilang kalau di tempatnya pemandangannya bagus-bagus, karena penasaran dengan ajakannya saya pun mengiyakan permintaan teman saya. Tempat yang kami tuju adalah Desa Gombong Kec. Belik Kab. Pemalang. Kami berangakat dari Pemalang sekitar pukul 17.00 wib lebih kurang dua jam perjalanan. Saya pun bermalam di salah satu teman yang belum menikah.

Hawa dingin membuat saya cepat terbangun, saya lihat dari jendela di luar masih gelap sedangkan mata sudah tidak mau dipejamkan lagi. Setengah jam kemudian saya lihat di luar rumah sudah mulai terang, saya pun mencoba ke luar dan saya dikejutkan dengan pemandangan di bawah ini.
sunrise dari desa Gombong
Tidak ingin ketinggalan moment saya langsung bergegas masuk untuk mengambil kamera, temen saya pun juga ikut bangun. Sungguh pemandangan yang sudah lama tidak saya dapatkan dalam kurun waktu dua tahun ini. Tidak lupa saya bersyukur karena telah diberi kesempatan melihat keindahan ciptaan Tuhan ini.
tarian kabut pagi
Tidak puas dengan hasil jepretan pertama, temenku berinisiatif mengajak saya naik ke atas masjid, setelah sampai di atas panorama alam di Desa Gombong terlihat dari berbagai sudut. Di sisi barat tampak Gunung Slamet dengan ditemani langit yang cerah.
separo keindahan gunung Slamet
Cuaca pagi itu sangat cerah padahal temanku bilang biasanya mendung berselimut kabut sudah turun, suasana di sekitar rumah temanku juga tenang dan damai. Pokoknya suasana khas desa banget. Masyarakat desa menyambut pagi dengan keluar rumah sembari menghangatkan badan karena hawa di Desa Gombong sangat dingin.
suasana pagi di Desa Gombong
makanan khas Gombong Belik
Puas dengan beberapa jepretan kemudian temenku mengajak masuk ke dalan rumah, di dalam rumah sudah tersedia makanan sekedar pengganjal perut. Tempe goreng tepung garing khas Gombong dan meniran sejenis lontong yang dibungkus dengan plastik plus kopi manis panas cukup menghangatkan badan. Kisah selanjutnya berlanjut di postingan berikutnya.

Jumat, 15 Maret 2013

Nonton Pentas Drama Tari Jathilan di Puro Pakualaman

Hari minggu (10/03/13) dari perjalanan Magelang menuju rumah di Jogja saya melewati Jalan Sultan Agung sampai di dekat daerah Pakualaman perjalanan sedikit macet, padahal biasanya lancar terkendali. Sambil clingak-clinguk saya mencari tahu penyebabnya ternyata ada atraksi kesenian, saya baca papan baliho di depan gapura masuk Puro Pakualaman.
Tertarik dengan acaranya saya pun mampir, karena tidak terlalu padat seperti grebeg, motor pun bisa masuk ke areal Puro Pakualaman atau Sewondanan. Acara Atraksi Kesenian ini di gelar oleh Dinas Pariwisata Yogyakarta.
Kegiatan tersebut akan digelar 2 kali dalam sebulan yakni minggu ke 2 dan minggu ke 4 pada hari Minggu jam 15.00-17.30 WIB. Beberapa kesenian akan ditampilkan antara lain: Musik Campursari, Kesenian Reog, Kesenian Jathilan dan Kesenian Tari.

Pada saat saya datang kelompok kesenian yang tampil adalah kelompok seni budaya Crazy Horse atau Kreasi Seni Himpunan Anak Seni ini berasal dari Dukuh Jomegatan Ngestiharjo, Kasihan Bantul.
Drama tari diawali dengan tari kuda kepang dari enam anggota putra dan empat anggota putri kelompok Crazy Horse yang melambangkan prajurit kuda perang . Setelah itu tampil di hadapan penonton dua tokoh penthul dan tembem yang menghibur penonton dengan  tingkah polah yang lucu.
Kemudian kelompok Crazy Horse menghadirkan beberapa penari pria yang menari dengan menggunakan kuda kepang tapi berbentuk hewan-hewan liar di hutan seperti badak, harimau dll. Lalu para penari kuda kepang muncul kembali  dan menari bersama.
Dua kelompok penari dengan  bentuk kuda kepang berbeda itu menari bersama-sama dengan ditingkahi beberapa anggota Crazy Horse yang melakukan gerakan-gerakan akrobat merespon tarian kombinasi dari para penari kuda kepang.

Kurang lebih dua jam kelompok Crazy Horse menghibur penonton yang melingkari arena pertunjukkan, di bagian akhir para pemain masuk bergabung dan menari bersama.
Diharapkan acara ini mampu memberi hiburan dan  menarik masyarakat atau wisatawan untuk menyaksikan, sekaligus mempromosikan Puro Pakualaman sebagai salah satu destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi serta memberi peran  kepada  para pelaku seni & budaya agar tetap bertahan.
Bagi yang belum nonton masih ada kesempatan untuk menyaksikan di minggu ke 2 atau ke 4 setiap bulannya.

Kamis, 07 Maret 2013

Tugu Durian di Jalur Pantura Batang

Memasuki Kabupaten Batang tepatnya di daerah Tulis-Kandeman para pengguna jalur Pantura akan disambut sebuah Tugu Durian yang letaknya di atas trotoar pembatas jalan dua arah. 
Tugu ini dibuat karena Kota Batang merupakan kota buah durian, jika sedang musim durian banyak sekali penjual dalam skala kecil menjajakan buah durian di pinggir jalan. Bisa ditemui juga di jalan Pekalongan-Batang (sekitar Terminal Pekalongan-Matangan), juga di jalan Pantura setelah keluar kota Batang arah Semarang.
Karena saya tidak begitu suka dengan buah durian jadi saya hanya melewati saja para penjual durian yang ada di sepanjang jalur Tulis-Kandeman.

Senin, 04 Maret 2013

Persawahan di Desa Watudono, Kabupaten Kendal

Sebelum saya mampir ke Warung Makan Casmi, sepanjang perjalanan akan dimanjakan adanya pemandangan hijau persawahan yang ada di bawah jalan raya. Ada persawahan yang sudah tinggi tanaman padinya tetapi ada pula yang masih baru saja ditanam. Sayang sekali kalau pemandangan alam yang diberikan Tuhan kepada kita tidak di abadikan, maka mau tidak mau saya harus menghentikan motor saya karena jarang sekali bisa menemukan moment seperti foto di bawah ini.
Belum tentu pada saat saya melewati jalur ini pemandangannya seperti foto di atas, mungkin juga malah sudah panen. Sepanjang jalur Sukorejo - Weleri memang banyak hamparan persawahan dan hutan pinus tetapi spot yang menurut saya paling bagus adalah persawahan di Ds. Watudono, Kec. Pageruyung, Kab. Kendal. Kalau tidak sedang dalam perjalanan mungkin saya akan turun juga karena di bawah sana kayaknya banyak yang bisa dieksplor.
Mungkin suatu saat pasti saya akan kembali dan bisa turun untuk mengabadikan keindahan alam yang tiada habisnya kalau kita bisa menjaganya.

Minggu, 03 Maret 2013

Jembatan Gantung Srowol, Kecamatan Mungkid

Menambah satu lagi koleksi jembatan gantung, jembatan gantung kali ini berada di Srowol, Progowati, Kecamatan Mungkid, Magelang, Jawa Tengah.
Sudah lama pingin motret jembatan gantung ini, tapi baru kesampaian hari minggu (24/02/13) kemarin. Perjalanan pulang dari Muntilan ke Jogja sengaja lewat jalur Ngluar-Kalibawang Kulonprogo agar bisa mampir motret jembatan gantung Srowol.
 - Rute yang bisa dilalui kalau dari Pasar Muntilan, setelah pasar Muntilan di kiri jalan kalau   dari arah Jogja ada papan penunjuk ke arah Sendangsono,ambil arah ke kiri.
 - Ikuti jalan lurus yang lumayan jauh sampai mentok pertigaan, di sana sudah ada papan penunjuk arah. Kalau ke kiri Kalibawang sedangkan ke kanan arah Borobudur.
 - Ambil jalur ke arah kanan dan ikuti jalan tersebut, jembatan gantung beradadi jalur tersebut.
Jembatan gantung Srowol diresmikan pada tahun 2012 oleh Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, jembatan ini menggantikan jembatan lama yang diterjang lahar dingin Merapi. Panjang jembatan 120 meter, dan lebar 3 meter dan hanya cukup dilewati oleh satu kendaraan roda empat sedangkan truk dan kendaraan besar lainnya dilarang melalui jembatan ini. Kendaran bermotor dan sepeda ontel tentunya boleh lewat.
Rencana mau ambil angle dari tengah jembatan, tetapi karena saat itu jembatan gantung sedang ramai kendaraan yang akan melintas akhirnya saya batalkan. Di saat hari tertentu jembatan gantung Srowol padat dengan kendaraan yang akan mengantri, seperti pada saat Lebaran tahun kemarin karena jembatan gantung ini juga menjadi jalur alternatif Jogja-Magelang. Maka untuk mengurangi beban berlebih diberlakukan sistem buka tutup.

Sabtu, 02 Maret 2013

Warung Soto Plus Bu Casti

warung soto di jalur Weleri, Kab. Kendal
Soto Plus?
Ikuti kisah kuliner plus saya di bawah ini.
Perjalanan pagi dari Yogyakarta menuju Pemalang membuat perut saya tidak bisa diajak kompromi, karena hanya sarapan makanan kecil, rasa lapar yang sangat membuat perjalanan saya harus dihentikan dan perhentian saya berada di sebuah warung soto tepatnya di WM. Casti lokasinya di Desa Watudono, Kec. Paguyung, Kab. Kendal, Jawa Tengah berada di jalur Weleri menuju Kab. Batang.
Setelah memarkir kendaraan saya pun langsung masuk ke dalam warung yang kebetulan masih sepi, kepada ibu penjual saya langsung memesan soto ayam, seperti menu yang tertulis di depan warung makan.

penampakan wujud soto
Tidak beberapa lama ibu penjual datang sambil meberikan teh panas yang saya pesan, dalam hati saya berkata lho....sotonya mana?, ternyata menu soto tidak berbarengan disajikan, mungkin karena masih persiapan buka warung jadi ayamnya sotonya belum siap semua padahal sudah jam 9 lebih.
soto plus
Akhirnya menu soto ayam campur yang saya nantikan datang juga, melihat penampakannya di bagian atas ayam suirnya sangat banyak, setelah ditambah sambal sayang jeruk nipisnya gak ada soto lalu saya campur dan langsung tanpa komando saya hajar sampai tersisa hanya kuahnya saja. Di temani tempe mendoan panas yang dari tadi memanggil-manggil untuk disantap, soto ini memang cocok sebagai pengganjal perut melanjutkan perjalanan.
pemandangan di belakang warung
Porsinya menurut saya standar, standar orang kelaparan hehehe....menurut saya rasanya pun juga biasa. Harga satu porsi soto ayam +1 tempe goreng+teh panas Rp. 7500,-.
Plus yang saya maksud di perjalanan kuliner saya ini adalah pemandangan hamparan sawah hijau di belakang warung makan. Pengunjung selain disuguhi soto juga plus disuguhi pemandangan alam yang selalu memanjakan mata, baru kali ini saya mendapatkan warung dengan pemandangan alam di belakangnya selain di daerah Bukit Bintang di Gunung Kidul.
Setelah puas mengambil gambar perjalanan saya lanjutkan kembali, bagi anda yang kebetulan melewati jalur Weleri-Sukorejo silahkan mampir. Warungnya memang biasa tetapi plusnya yang luar biasa. 

Nonton Cap Go Meh di Klenteng HOK AN KIONG Muntilan

Awalnya kami (saya & istri) tidak ada niatan untuk menonton acara Cap Go Meh, karena dari hari sabtu di Klenteng Hok An Kiong tidak ada persiapan sama sekali jadi saya mengira tidak ada perayaan. Ternyata pada hari minggu malam pada saat kami akan keluar rumah melewati jalan Pemuda di Klenteng sudah ada keramaian, akhirnya kami pulang untuk mengambil kamera, yang kebetulan rumah kami tidak jauh dari Klenteng Hok An Kiong.
Tentang Cap Go Meh
Cap Go Meh melambangkan hari ke-15 dan hari terakhir dari masa perayaan Tahun Baru Imlek bagi komunitas Tionghoa di seluruh dunia. Istilah ini berasal dari dialek Hokkien dan secara harafiah berarti hari kelima belas dari bulan pertama (Cap = Sepuluh, Go = Lima, Meh = Malam). Ini berarti, masa perayaan Tahun Baru Imlek berlangsung selama lima belas hari.
antusias masyarakat
Pada saat kami datang acara sudah dimulai, masyarakat di Muntilan sangat antusias menyaksikan acara ini dari anak-anak sampai orang tua. Tidak hanya etnis Tionghoa saja yang melihat, masyarakat lokal juga tidak kalah banyak, termasuk kami.
suasana perayaan
Tidak beberapa lama acara dilanjutkan kembali, kali ini penampilan dari Liong nama grupnya saya lupa. Para pemainnya juga beragam tidak hanya etnis Tionghoa saja, hal ini menunjukkan bukti bahwa keberagaman itu indah dan memang seharusnya Indonesia seperti ini.Lho malah curhat? Para pemain silih berganti yang capek digantikan pemain baru sambil naga terus digerakkan memukau para penonton.
aksi Liong
Setelah istirahat permainan dilanjutkan dengan aksi Barongsai, dua orang pemain muda sudah bersiap di sudut klenteng. Iringan musik mulai dimainkan Barongsai pun mulai beratraksi, belum sampai Barongsai beratraksi di papan-papan yang sudah dipersiapkan gerimis mulai turun. Tidak berselang lama hujan pun turun, karena tidak ada penutup di atasnya penonton pun tunggang-langgang kocar-kacir mencari tempat berteduh. Kami pun juga lari mencari tempat berteduh yang ternyata tempatnya juga sudah dipenuhi orang-orang yang berteduh.
Pertunjukkan Barongsai berhenti sesaat, karena hujan tidak kunjung reda akhirnya kami memutuskan untuk pulang.