Kamis, 30 Mei 2013

Selametan Giling PG. Sumberharjo

Pada hari sabtu kemarin (11/05/13) Pabrik Gula Sumberharjo merayakan puncak acara selametan giling tebu tahun 2013. Acara ini baru pertama kali saya ikuti, sebelumnya pingin ngliput di Klaten tetapi belum kesampaian, akhirnya kesampaian juga di PG. Sumberharjo Pemalang.


Dalam acara tradisi giling tebu ini seperti biasa diawali dengan adanya prosesi iring-iringan penganten tebu yang dilakukan oleh sejumlah karyawan pabrik gula.Rangkaian acara berjalan cukup menarik sehingga mampu menyedot ribuan pengunjung untuk menyaksikannya. Dalam prosesi selamatan giling tebu, sebelumnya pasangan pengantin Abraham Asyam bin PS B62 sebagai pengatin pria dan Nadlatul Hasanah binti SS 57 sebagai pengantin wanita dikirab. 

Iring-iringan penganten tebu yang dibawa oleh para karyawan dan dikawal sejumlah satuan pengaman PG Sumberharjo, dari gudang gula berjalan menuju pusat kegiatan selamat giling tebu yang di lokasinya di halaman pabrik.
  
Sebagai simbol, dua pasang boneka dirias layaknya sebagai penganten beneran dengan mengenakan baju beskap dan kebaya berwana hijau pupus. Sesampainya di pusat acara, penganten tebu masuk pada acara inti prosesi giling tebu. Yaitu, dengan ditandainya penyerahan penganten tebu untuk diletakan di atas krapyak sebagai tanda dimulainya prosesi giling tebu. 
Pernyerahan penganten tebu itu dilakukan oleh pengiring penganten kepada administratur dan sejumlah kepala bagian yang ada di PG Sumberharjo, termasuk kepada para pejabat daerah yang saat itu hadir.
Dalam rangkaian acara puncak selamatan giling tebu tahun 2013, seperti biasa untuk memeriahkan jalannya rangkaian acara tersebut banyak kegiatan lomba yang digelar. Dan untuk menarik para peserta, panitia juga telah menyediakan banyak hadiah. Yang penyerahannya dilakukan pada saat pra acara selamatan. Dengan diiringi hiburan organt tungal.
Sementara kegiatan lain yang tidak kalah ramainya, selama beberapa hari menjelang akan dilaksanakanya selamatan giling, ada hiburan taman ria dan pasar malam.

Jumat, 17 Mei 2013

Berkunjung ke Klenteng Hok Tek Tong Parakan, Temanggung

 Belum selesai saya mengambil gambar di Pasar Legi Pak Tijab lalu memanggil saya kemudian beliau mengajak saya ke salah satu tempat ibadah oarang Thionghoa yaitu Klenteng Hok Tek Tong. Letaknya tidak terlalu jauh dari pasar Legi, perjalanan kurang lebih 15 menit. Berada di pinggir jalan Letnan Suwaji no. 6 Parakan.
Begitu masuk lokasi klenteng rasa tenang dan adem langsung terasa, melihat bentuk bangunannya masih tampak kokoh dengan rangka yang mayoritas terbuat dari kayu padahal usianya sudah ratusan tahun.
Tidak ada yang tahu persis kapan Klenteng dengan Kong Co utama  Hok Tek Ceng Sin (Dewa Bumi) ini berdiri, dari bukti yang ada, diketahui pertama kali dipugar pada tahun 1852 selanjutnya secara berturut-turut dilakukan pemugaran pada 1882, 1940, 1958, 1965 dan terakhir di tahun 2010 ini.
Ada hal yang unik dari Klenteng Hok Tek Tong yaitu terbuka pada setiap agama dan setiap umat yang hendak beribadah di tempat tersebut. Di gerbang pintu masuk Klenteng, terutulis dengan huruf mandarin (sejak tahun 1853) bǎo hù wǒ men píng mín yang artinya lindungilah kami rakyat jelata. Dengan moto ini, beragam agama banyak yang melakukan sembahyang disini, termasuk orang Islam dan Nasrani.
Tentang Hikayat Berdirinya Klenteng Hok Tek Tong Parakan dapat anda lanjutkan di sini.

Selasa, 14 Mei 2013

Tetenger Pasar Legie 1925 Parakan, Temanggung

Setelah selesai mengabadikan jembatan Kali Galeh saya diajak oleh pak Tijab untuk melihat bangunan lama dengan tetenger passarlegie 1925. Karena penasaran saya pun mengikuti beliau. Ternyata hanya sebuah bangunan kecil. Yang membuat heboh adalah adanya semacam tetenger atau tulisan PASSARLEGIE yang bertahun 1925.Tetenger ini ditemukan ketika para pekerja yang sedang membongkar Pasar Legi Parakan yang akan direnovasi.
Sebelumnya bangunan ini menurut pak Tijab berguna sebagai mushola, karena ada tetenger tersebut bangunan ini tidak ikut diruntuhkan menunggu perintah dari dinas yang terkait. Seiring dengan temuan tersebut kini di sebelah bangunan dipasang spanduk penanda Ndugil Pasar Legi atau Golek Tilas Kadipaten Menoreh 2013.

Jembatan Lama Kali Galeh Parakan Temanggung

Melanjutkan perjalanan dari bekas Stasiun Parakan saya menemui sebuah kreteg (jembatan) tua di sebelah kanan jalan Parakan- Magelang tepatnya di Kelurahan Parakan Wetan Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung. Jembatan ini berada di atas sungai Galeh, dulunya jembatan ini berfungsi sebagai jembatan utama memasuki kota Parakan, Temanggung.
Konstruksi bangunan jembatan ini masih kokoh meskipun demikian jembatan ini hanya diperuntukkan untuk pejalan kaki, sepeda motor dan sepeda. Untuk kendaraan roda empat melewati jembatan baru yang ada diselah jembatan lama ini. Dari info yang saya peroleh dari sini, pada masa penjajahan Belanda, jembatan ini pernah dibumihanguskan para pejuang untuk menghalau penjajah memasuki kota Parakan.

Di sisi jembatan tampak pemandangan daerah Temanggung dan sekitarnya, ketika sedang mengabadikan jembatan ad seorang bapak yang sedang berdiri di pinggir jembatan. Dengan berjalan pelan saya hampiri beliau, namanya pak Tijab saya mencoba menanyakan tentang sejarah jembatan kali galeh.
Menurut beliau jembatan kali Galeh lama sudah tidak digunakan sebagai jembatan utama sekitar tahun 90 an. Beliau cukup tahu sejarah jembatan ini karena rumah beliau tidak jauh dari letak jembatan tersebut yaitu Kenyengsari yang masih masuk Kelurahan Parakan Wetan.

Mampir ke Bekas Stasiun Parakan



Bekas stasiun Parakan berada di pinggiran kota Parakan, letaknya di pinggir jalan jadi sangat mudah dijumpai, info yang saya peroleh dari teman blog saya yaitu mas Hamid yang menginformasikan keberadaan bekas Stasiun Parakan ini.
Karena saya sudah terbiasa melewati jalur Parakan-Jogja saya mencoba mencari lokasi Stasiun Parakan dengan modal info yang sudah saya dapatkan. Tidak berapa lama stasiun yang saya cari akhirnya ketemu juga.
bagian depan eks. Stasiun Parakan
Penampakan stasiun ini masih cukup bagus dan kokoh, terlihat dari warna cat yang masih cukup bagus apalagi dengan warna cat yang menyolok pandangan mata. Arsitektur bangunannya juga masih terjaga keasliannya dalam artian tidak banyak perombakan.
bagian belakang
Berpindah ke sisi belakang bangunan yang tampaknya dulu sebagai ruang tunggu penumpang, di sekitarnya sekarang sudah berubah menjadi tempat tinggal penduduk. Bagian kayu penyangga atap sudah tampak tua tetapi pada bagian lantai yang terbuat dari tegel masih tampak bagus.
Yang sangat disayangkan adalah dibagian pojok kiri bangunan dijadikan tempat penampungan sampah, selain bau hal ini juga sangat mengganggu pandangan para penikmat bangunan kuno. Dirasa cukup saya pun melanjutkan perjalanan.